Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

METODE PEMBELAJARAN TERPADU versi TIM AKASIA (AKTUALISASI KARAKTER BUDAYA ASLI INDONESIA)



METODE PEMBELAJARAN TERPADU AKASIA
 
1.1  Tahap Identifikasi
Ada begitu banyak nilai karakter yang harus dimiliki manusia untuk bekal dalam bermasyarakat, kurang lebih ada sekitar 24 nilai karakter. Namun, ada 18 nilai karakter yang setidaknya harus dimiliki dan hal itu dapat dimulai sejak dini. Seorang anak akan terbiasa dengan karakter luhur jika sudah dibiasakan sejak kecil. Berikut nilai karakter yang akan disampaikan melalui media pewayangan, yaitu:
Berikut ini beberapa paradigma pendidikan karakter pada PAUDNI, antara lain:
1.  Pendidikan karakter adalah upaya penanaman nilai dan sikap, bukan pengajaran, sehingga memerlukan pola pembelajaran fungsional.
2.     Pendidikan karakter menuntut pelaksanaan oleh tiga pihak secara sinergis, yaitu orang tua, satuan/ lembaga pendidikan, dan masyarakat.
3.      Materi dan pola pembelajaran disesuaikan dengan pertumbuhan psikologis peserta didik.
4.      Materi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal.
5.    Materi pendidikan karakter diintegrasikan ke dalam materi pembelajaran lain. (Sekretaris Ditjen PAUDNI Kemdikbud)
1.2  Tahap Perencanaan
Dalam pendidikan karakter, diperlukan peran serta bebagai pihak baik formal maupun informal. Misalnya saja, sekolah yang meliputi guru pengajar dan kepala sekolah; keluarga di rumah meliputi orang tua dan saudara; dan tempat bimbingan belajar anak (jika anak mengikuti bimbingan belajar) baik privat maupun regular.
Pendidikan karakter yang akan diterapkan, sasarannya adalah anak-anak tingkat sekolah dasar. Tim pendidikan karakter media wayang bekerja sama dengan pihak sekolah meliputi guru beserta jajarannya. Tim pendidikan karakter dari mahasiswa berperan sebagai penyampai materi pendidikan karakter melalui pementasan wayang yang berisi drama dan nyanyian lagu-lagu tradisional yang telah diaransemen ulang dengan lirik yang dibuat sendiri disesuaikan engan nilai karakter yang akan disampaikan. Setelah itu, tim dari mahasiswa memberikan edu-games yang memiliki nilai karakter yang dapat diterapkan pada anak-anak setingkat sekolah dasar.
Tim guru dan orang tua berperan sebagai tim pembiasaan siswa dalam menerapkan nilai karakter luhur yang telah diajarkan oleh tim pendidikan karakter dari tim mahasiswa. Setelah itu, dilakukan evaluasi oleh seluruh tim pendidikan karakter baik dari mahasiswa maupun guru. Evaluasi dibagi menjadi dua macam, yaitu yang pertama, memberikan kuesioner untuk diisi oleh siswa sebelum dan sesudah adanya penerapan pendidikan karakter dengan media pewayangan sebagai pembanding dan yang kedua, evaluasi yang dilakukan dengan berdiskusi antara tim mahasiswa, guru, dan orang tua (hanya perwakilan beberapa).
Tokoh pewayangan yang digunakan sebagai ikon utamanya adalah tokoh Punakawan. Tokoh Punakawan (Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong) tersebut karena sebenarnya tokoh tersebut adalah penggambaran karakter masyarakat Indonesia itu sendiri. Tokoh-tokoh Punakawan dengan beragam karakter yang ada, yaitu: Semar yang memiliki karakter rendah hati, tidak sombong, jujur, dan tetap mengasihi sesama; Gareng digambarkan memiliki cacat fisik, yaitu dengan tangan yang cacat, kaki yang pincang, mata yang juling, melambangkan cipta, bahwa menciptakan sesuatu dan tidak sempurna, kita tidak boleh menyerah; Petruk adalah tokoh yang nakal tapi cerdas, pandai berbicara, dan  suka menyindir ketidakbenaran dengan lawakan-lawakannya; dan Bagong menunjukkan bagaimana meminimalkan kekurangan kita, dan memaksimalkan kelebihan kita, tetap percaya diri dengan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki.

1.3  Tahap Pelaksanaan
Program pendidikan karakter berbasis wayang ini dilaksanakan di Sekolah Dasar dengan melibatkan siswa siswi sekolah dasar, guru, dan seluruh pihak-pihak terkait penyuksesan program. Program dilaksanakan setiap hari minggu dikarenakan supaya kegiatan belajar mengajar tidak terganggu serta ketercapaian program lebih optimal. Sedangkan untuk waktu pelaksanaan menyesuaikan dengan kebutuhan. Pelaksanaan program terbagi menjadi 3 tahap, yaitu: tahap pengenalan wayang dan tokoh Punakawan, tahap pementasan wayang, dan tahap edu-games atau permainan edukasi.
1.3.1        Tahap pengenalan wayang dan tokoh Punakawan
Tahap ini merupakan tahap awal dimana siswa sekolah dasar dikenalkan lebih dahulu mengenai wayang mulai dari sejarah awal mula wayang masuk ke Indonesia hingga kesuksesan wayang mendapat pengakuan oleh UNESCO sebagai warisan luhur budaya dunia dan menjadi salah satu dari sekian banyak kekayaan elemen budaya Indonesia yang digunakan sebagai identitas kebangsaan generasi muda Indonesia. Lebih penting dari yang telah disebutkan diatas, siswa sekolah dasar harus paham dan mengerti mengenai tokoh wayang Punakawan yang terdiri atas Semar, Nala Gareng, Petruk, dan Bagong yang memiliki karakter khas dan penuh makna. Pada tahap ini, siswa sekolah dasar juga dikenalkan tentang nilai-nilai karakter dan sifat-sifat Punakawan yang patut untuk dijadikan sebagai suri tauladan, panutan, dan tuntunan. Sedikit contoh kecil mengenai karakter dan sifat tokoh Punakawan yang dikenalkan dan diajarkan kepada siswa sekolah dasar seperti Semar yang memiliki karakter tidak sombong, jujur, dan tetap mengasihi sesama. Upaya untuk meningkatkan minat siswa sekolah dasar agar tidak merasa bosan dan siswa dapat terus mengikuti seluruh rangkaian kegiatan ini hingga selesai dengan lancar sangat perlu untuk dilakukan. Pada tahap pengenalan wayang ini, kami berusaha untuk mengemasnya semenarik mungkin dengan menyajikannya dalam sebuah video yang menampilkan tokoh wayang Punakawan disertai dengan alunan musik Jawa yang khas. Pembelajaran atau pengenalan sejarah wayang dan tokoh Punakawan melalui perantara video terbukti dapat memudahkan pengetahuan kognitif bagi siswa sekolah dasar. Pada tahap ini disamping kami menyajikan dalam bentuk video juga memberikan siswa sekolah dasar sebuah buku paduan mengenai wayang dan tokoh Punakawan. Hal ini dikarenakan agar tingkat pemahaman dan ingatan siswa sekolah dasar terhadap tokoh beserta karakter Punakawan tetap tertanam dalam jiwa dan pikiran mereka.
1.3.2        Tahap pementasan wayang
            Setelah siswa sekolah dasar dikenalkan dengan wayang dan tokoh Punakawan yang disajikan dalam bentuk video semenarik mungkin dan buku paduan wayang, maka langkah selanjutnya adalah mengaplikasikan wayang dan tokoh Punakawan yang telah dikenalkan sebelumnya melalui sebuah pementasan atau pertunjukan wayang dengan memainkan tokoh Punakawan. Pada tahap pementasan ini, siswa sekolah dasar akan dipertunjukan sebuah pementasan drama yang secara langsung dimainkan oleh tim relawan mahasiswa. Tema yang diangkat dalam pementasan adalah tema tentang kehidupan sehari-hari yang dialami anak pada umumnya. Seperti persahabatan, kejujuran, kepemimpinan, dan lain sebagainya. Dalam pementasan drama wayang ini juga sarat akan nilai-nilai dan karakter tokoh Punakawan yang dapat dijadikan sebagai teladan bagi siswa sekolah dasar dalam menjalani kehidupan sehari-hari serta dalam setiap dialognya mengandung pesan-pesan positif dan mendidik. Untuk meningkatkan semangat siswa, dalam pementasan drama ini kami juga menyajikan lagu-lagu daerah yang lirik lagunya dirubah dengan lirik atau kalimat yang mendidik serta diiringi dengan musik gamelan asli budaya Indonesia. Sehingga bukan hanya dari segi tontonan yang menghibur siswa tetapi juga mengandung tuntunan agar siswa menjadi generasi muda yang bermoral dan berkarakter baik. Dalam dialog cerita yang dipentaskan juga diselingi dengan dialog interaktif dengan siswa agar siswa lebih aktif dengan memberikan respon pada cerita.
1.3.3        Tahap edu-games
Pada tahap ini merupakan tahap implementasi setelah siswa sekolah dasar dibekali pengetahuan tentang wayang dan tokoh punakawan serta pementasan drama wayang yang sarat akan makna dan tuntunan. Sehingga seluruh siswa sekolah dasar harus berperan aktif dalam mengikuti permainan edukasi. Konsep dari permainan ini adalah siswa sekolah dasar akan dibagi menjadi beberapa kelompok dimana setiap kelompok terdiri dari 6-7 siswa. Dari kelompok yang sudah dibentuk kemudian diberikan nama kelompok berdasarkan nama tokoh pewayangan dengan tujuan agar siswa lebih mengenal tokoh pewayangan. Tokoh pewayangan juga dapat berupa nama tokoh-tokoh sejarah Indonesia yang sengaja dimasukkan dalam cerita pewayangan. Karena tokoh pewayangan beragam sesuai dengan kebutuhan cerita.
Setelah masing-masing kelompok mendapatkan nama, tiap kelompokdiberikan permainan puzzle. Puzzle tersebut berisikan cerita-cerita pewayangan yang telah disesuaikan dengan kesukaan anak-anak, yaitu tokoh pewayangan dibuat seperti gambar animasi kartun wayang yang terlihat lucu sehingga siswa pun juga terasa nyaman dengan gambar yang disuguhkan. Ketika setiap kelompok mulai menyatukan puzzle, siswa juga diajak untuk bernyanyi bersama dengan lagu-lagu dolanan yang telah diaransemen ulang diliriknya oleh tim relawan mahasiswa. Dari permainan ini, siswa diharapkan tidak hanya mengenal karakter tokoh tapi juga menerapkan dalam kesehariannya, tentu saja karakter yang baik. Adanya lagu dolanan, sebagai penunjang penanaman nilai karakter serta siswa juga mengakrabkan siswa dengan lagu dan musik tradisional. Sedangkan, permainan dikemas berupa puzzle mengembangkan ketangkasan siswa dalam merangkai pola-pola puzzle serta melatih kesabaran siswa dalam mencapai suatu tujuan. Bagi kelompok yang paling cepat menyelesaikan puzzle dengan baik dan mengikuti aturan main yang telah dibuat, maka kelompok tersebut berhak mendapatkan hadiah berupa miniatur tokoh pewayangan dengan berbagai karakter dan siswa berhak memilih sendiri tokoh mana ynag diinginkan.
4.4 Tahap Pembiasaan
Pembiasaan (habituation) merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku yang dilakukan secara berulang-ulang dan konsisten dalam waktu yang cukup lama dengan harapan perilaku dan keterampilan yang diulang-ulang itu benar-benar masuk dalam benak dan akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang sulit untuk ditinggalkan. Dalam istilah psikologi, proses pembiasaan disebut “conditioning”. Proses ini akan mewujudkan suatu kebiasaan (habit) dan kemampuan (ability), yang akhirnya akan menjadi sifat-sifat pribadi (personal habits) yang melekat dalam perilaku sehari-hari. Ketika telah menjadi kebiasaan, sikap atau perilaku itu seperti sudah otomatis dan spontan dilakukan serta tidak memerlukan fungsi berpikir yang cukup tinggi, misalnya jika seorang anak telah dibiasakan di sekolahan untuk membereskan mainan setelah bermain usai, maka ketika dia rumahpun biasanya akan melakukan hal yang  sama.
Edward lee Thoorndike, salah seorang tokoh psikologi yang memberi pengaruh terhadap proses pembelajaran dengan menggunakan teori pembiasaan yang lebih dikenal dengan teori connectionism (koneksionisme) yaitu belajar terjadi akibat adanya asosiasi antara stimulus dengan respon, stimulus akan memberi kesan pada panca indra, sedangkan respon akan mendorong seseorang untuk bertindak (Wiji Suwarno, 2006: 59). Sebagai contoh yang dapat kita lihat pada seorang anak didik yang terbiasa jujur dalam setiap berkata, pada saat ditanya oleh orang walaupun seseorang yang tidak dikenalpun akan tetap berkata jujur.
Bahkan, walaupun sifat atau tingkah laku tertentu yang pada awalnya sangat sulit untuk melakukannya, namun karena sering dilakukan berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama akhirnya ia terbiasa dan menguasai tingkah laku tersebut. Di sinilah pentingnya proses pembiasaan bagi anak untuk menerapkannya dalam belajar, sebab sesuatu pengetahuan, sifat atau tingkah laku yang diperoleh dengan pembiasaan, maka apa yang diperoleh itu akan sangat sulit untuk mengubah atau menghilangkannya, sehingga cara ini sangat berguna dalam mendidik anak. Hal ini disebabkan karena kebiasaan itu merupakan perilaku yang sifatnya otomatis, tanpa direncanaknan terlebih dahulu, berlangsung begitu saja tanpa dipikirkan lagi.
Proses pembiasaan ini berawal dari peniruan, selanjutnya dilakukan pembiasaan yang dibimbingan oleh orang yang lebih dewasa seperti orang tua dan guru, peserta didik akan semakin terbiasa. Jadi peran guru atau orang tua dalam proses ini sangat penting.
Setelah memahami apa itu pembiasaan dan teori pembiasaan, sekarang akan kami paparkan tentang konsep dalam tahapan ini.  Pada tahapan ini yang memerankan langsung adalah guru kelas. Guru kelas dituntut untuk menanamkam nilai-nilai karakter Punakawan yang telah disampaikan dalam tahapan pelaksanaan (pementasan dan edu-games). Penanaman karakter ini dapat dilakukan dengan cara mengaplikasikan karakter dengan wujud yang riil (real) secara berulang-ulang.
Contoh wujud pengaplikasian karakter dalam kelas seperti berikut: Ketika guru mengajar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) tentang penemu bohlam lampu misalnya. Disamping guru menjelaskan tentang bagaimana cara kerja dari bohlam lampu sederhana dan nama penemunya, juga dijelaskan karakter yang dimiliki sang peneliti/ penemu khususnya Thomas Alva Edison, penemu bohlam lampu. Guru menceritakan bahwa Thomas mempunyai karakter pekerja keras dan pantang menyerah (tidak mudah putus asa), walaupun beberapa kali gagal dalam melakukan percobaan tapi dia tetap mengulanginya sampai berhasil. Contoh yang lain, ketika dilaksanakan ulangan harian, siswa dididik agar bersifat percaya diri dan jujur. Siswa diberi sugesti agar mereka yakin akan kemampuannya sendiri. Selain itu lakukan percobaan dengan cara membiarkan siswa dalam kelas untuk mengerjakan soal ulangan tanpa pengawasan(guru keluar dari ruang kelas). Sebelum guru meninggalkan siswa, sebaiknya guru memberikan keyakinan bahwa jujur merupakan sifat/ karakter yang terpuji, guru berkata bahwa nilai sebagus apapun kalau tidak jujur (mencontek) akan tidak dihargai, tetapi kalau jujur dalam mengerjakan walaupun nilainya kurang baik akan lebih dihargai (diapresiasi).
Dalam tahapan pembiasaan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru, yaitu:
1.    Pembiasaan hendaknya dilakukan secara berulang-ulang (terus-menerus).
2.    Pembiasaan harus bersifat konsekuen, tegas, dan tetap teguh terhadap pendirian atau aturan yang telah disepakati. Jangan member kesempatan kepada anak untuk melanggar pembiasaan yang telah ditetapkan itu. (Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1994, hlm. 185)
Selain melaksanakan tugas melakukan pembiasaan, guru juga berperan sebagai pengamat dan penilai secara langsung seberapa progress (kemajuan) penanaman karakter setiap hari. Dalam evaluasi yang dilaksanankan dua minggu sekali guru diharapkan dapat memaparkan kemajuan penanaman karakter pada siswa sekaligus memberikan masukan kepada tim relawan pendidikan karakter dari mahasiswa sehingga nantinya dapat didiskusikan dan digodog (direncanakan) ulang sehingga dalam pementasan selanjutnya dapat lebih mengena kepada siswa.
4.5  Tahap Evaluasi
Dalam setiap kegiatan yang dilakukan pasti perlu adanya evaluasi. Evaluasi diharapkan dapat menunjukkan pencapaian keberhasilan atau ketidakberhasilan dalam pelaksanaan tersebut. Dalam pembelajaran, evaluasi diperlukan untuk mengetahui hasil dari proses pembelajaran yang dilakukan. Apakah pembelajaran yang dilakukan dapat dikatakan berhasil atau tidak? Apakah metode yang dilakukan lebih efektif dan efisien daripada metode yang lama atau sebaliknya? Evaluasi juga diharapkan dapat memaparkan kekurangan dari sebuah metode agar nantinya dapat dicari solusi guna penyempurnaan metode tersebut. Tahapan evaluasi dibagi menjadi 2, yaitu evaluasi berkala dan evaluasi akhir. Evaluasi berkala dilaksanakan setiap seminggu sekali. Evaluasi berkala dilakukan dengan cara mempertemukan tim relawan mahasiswa (Akasia) dan para guru kelas. Guru akan menceritakan perkembangan dari target yang telah direncanakan serta mengungkapkan kekurangan dari kegiatan yang telah dilakukan sekaligus memberi masukan kepada tim Akasia sehingga selanjutnya dapat diterapkan dalam pemetasan pada minggu selanjutnya agar lebih baik. Evaluasi akhir merupakan tahapan terakhir dari kegiatan ini yang dilaksanakan satu bulan sekali. Evaluasi akhir dilakukan dengan cara membuat lembararan penilaian yang berisi petanyaan sederhana dan studi kasus. Hal ini dilakukan agar siswa dapat menyampaikan pendapatnya mengenai program pendidikan karakter yang diterapkan. Evaluasi akhir diharapkan akan memberikan kesimpulan akhir dari hasil baik keberhasilan maupun ketidakberhasilan metode yang dilaksanakan selama satu bulan. Data dari hasil evaluasi ini akan dibuat laporan sehingga harapannya dapat menjadikan acuan dan bermanfaat dalam kegiatan selanjutnya yang sejenis.

 #SEMOGA BERMANFAAT#

-- Mega Ariyanti --

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar